BUKU PUTIH : PENGAMAN PERSEROAN

Buku Putih merupakan produk hukum yang masih asing bagi sebagian perseroan di Indonesia. Muncul berbagai pertanyaan mendasar mengenai Buku Putih, seperti pengertian dari Buku Putih dan kegunaan dari penyusunan Buku Putih bagi perseroan. Dalam Client Alert ini, kami mencoba untuk memberikan informasi mengenai pentingnya penyusunan Buku Putih, terutama bagi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaan BUMN.
Bila dilihat dari pengertian Buku Putih dalam KBBI, Buku Putih diartikan sebagai buku yang memuat pernyataan tertentu, yang biasanya bersifat rahasia, belum pernah diungkapkan sebelumnya dan dianggap benar atau buku yang isinya mempertahankan pendirian, kebijakan, atau prestasi pemerintah atau badan resmi. Dalam praktik, Buku Putih disusun dengan memuat kronologis suatu pengadaan barang dan/atau jasa, kerja sama Perseroan dengan pihak lain, atau aksi korporasi lainnya, yang umumnya memiliki nilai yang besar, melibatkan sebagian besar aset perseroan atau berpotensi menimbulkan dampak besar bagi perseroan dikemudian hari.
Penyusunan Buku Putih dilakukan terhadap seluruh dokumen terkait dengan transaksi, kerja sama dan/atau aksi korporasi lainnya, sesuai dengan lingkup yang disepakati oleh perseroan dan konsultan hukum penyusun. Konsultan hukum berperan dalam menuangkan dokumen yang ada dalam satu produk tertulis serta melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen yang ada dan kesesuaian pelaksanaan transaksi, kerja sama dan/atau aksi korporasi lainnya dengan peraturan perundang-undangan pada umumnya, dan peraturan internal perseroan beserta peraturan internal induk perseroan (jika ada) pada khususnya. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen atau ketidaksesuaian pelaksaan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan internal, konsultan hukum akan memberikan daftar kekurangan dan/atau temuan tersebut. Perseroan dapat memberikan konfirmasi, klarifikasi dan/atau dokumen terkait untuk kemudian dituangkan dalam Buku Putih yang disusun.
Penyusunan Buku Putih menjadi penting, terutama bagi BUMN dan anak perusahaan BUMN, mengingat adanya kemungkinan pemeriksaan atau audit terhadap BUMN oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)[1] atau auditor eksternal lainnya karena adanya unsur keuangan negara dalam perusahaan BUMN. Anak perusahaan BUMN dalam praktiknya tidak jarang turut diperiksa dalam suatu audit yang dilakukan kepada induk perusahaan karena adanya aliran dana dari induk perusahaan dalam pembiayaan berbagai kegiatan usaha anak perusahaan BUMN tersebut. Dengan adanya Buku Putih, apabila perseroan diperiksa oleh BPK, perseroan tidak lagi kesulitan untuk mengumpulkan seluruh dokumen yang diminta. Perseroan juga tidak perlu kesulitan untuk mengingat kronologis pelaksanaan suatu transaksi, kerja sama dan/atau aksi korporasi, mengingat telah ada Buku Putih yang mencatatkan kronologis tersebut secara lengkap. Dalam hal BPK meminta dokumen asli, perseroan dapat menjadikan Buku Putih sebagai acuan yang memudahkan pencarian dokumen asli, mengingat dalam praktik penyusunan Buku Putih, dokumen-dokumen asli telah dilakukan pemindaian (scan) dan dikumpulkan dalam folder tersendiri.
Lebih lanjut, Buku Putih merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dan pelaksanaan prinsip kehati-hatian oleh suatu perseroan. Perlu diperhatikan bahwa tidak dilaksanakannya prinsip kehati-hatian oleh perseroan dapat menyebabkan anggota Direksi dimintai pertanggungjawaban secara pribadi dalam hal timbul kerugian perseroan atas pelaksanaan transaksi, kerja sama dan/atau aksi korporasi yang dilakukan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 97 Undang - Undang Tentang Perseroan Terbatas. Penyusunan Buku Putih menunjukkan bahwa Perseroan berupaya untuk melaksanakan transaksi, kerja sama dan/atau aksi korporasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan peraturan internal yang ada.
Dalam praktik, kantor hukum Bahar telah membuat produk Buku Putih bagi berbagai perusahaan BUMN dan anak BUMN yang bergerak diberbagai sektor berbeda. Kami memberikan jasa penyusunan Buku Putih yang menyeluruh, jelas dan menyampaikan hal-hal yang perlu diperbaiki oleh perseroan dalam pelaksanaan transaksi, kerja sama dan/atau aksi korporasi di masa yang akan datang, dalam hal terdapat kekurangan pada pelaksaan transaksi, kerja sama dan/atau aksi korporasi yang telah dilakukan.
------------------------
[1] Kewenangan BPK diatur dalam Pasal 23E UUD 1945 yang menyatakan, “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”. Kewenangan tersebut juga tertuang dalam Pasal 71 ayat (2) UU 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang menyatakan, “Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”.