COMPARATIVE STUDY: KEBIJAKAN EKONOMI DAN INDUSTRI TERKAIT DENGAN COVID-19

MONETER Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan moneter di tengah pandemi COVID-19 guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sampai dengan saat ini, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan moneter antara lain sebagai berikut:
Bank Indonesia telah menyesuaikan kebijakan pengaturan Giro Wajib Minimum (GWM) dengan menurunkan GWM dalam Rupiah bagi Bank Umum Konvensional (BUK) sebesar 200 bps, dari 5,5% menjadi 3,5%. Sementara untuk Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) ketentuan GWM diturunkan sebesar 50 bps, dari 4,0% menjadi 3,5%. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 22/10/PADG/2020 sebagaimana telah berlaku sejak 1 Mei 2020.
Penurunan BI7DDR sebesar 25 bps untuk periode masing-masing di bulan Februari dan Maret 2020.
Peningkatan intensitas triple intervention di pasar spot, Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), dan pembelian SBN di pasar sekunder.
Bank Indonesia juga membebaskan pengenaan biaya transaksi pemrosesan QRIS bagi pedagang kategori Usaha Mikro oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang telah berlaku efektif sejak 1 April s.d. 30 September 2020.
Bank Indonesia menurunkan fee standar kliring nasional Bank Indonesia dari capping maksimal Rp3.500 menjadi Rp2.900 di sisi nasabah yang berlaku efektif sejak 1 April s.d. 31 Desember 2020.
Selain itu, sehubungan dengan konsumen retail, Bank Indonesia juga memberikan kebijakan relaksasi penggunaan kartu kredit berupa penurunan batas maksimum suku bunga (dari 2,25% menjadi 2% per bulan) berlaku efektif 1 Mei 2020. Lebih lanjut, Bank Indonesia juga menurunkan nilai pembayaran minimum (dari 10% menjadi 5%) berlaku efektif sejak tanggal 1 Mei 2020 s.d. 31 Desember 2020 dan Bank Indonesia juga menurunkan besaran denda keterlambatan pembayaran kartu kredit dari (3% atau maksimal Rp150.000 menjadi 1% atau maksimal Rp100.000) yang juga berlaku sejak 1 Mei s.d. 31 Desember 2020.
Selain dari kebijakan moneter di atas, Bank Indonesia juga dapat memberikan bantuan likuiditas dalam hal diperlukan oleh Lembaga perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas selama pandemi COVID-19. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan (“PERPPU 1/2020”), dimana Bank Indonesia diwajibkan untuk menyediakan bantuan likuiditas Lembaga perbankan apabila dibutuhkan oleh bank dimaksud. Lebih lanjut, khusus bagi Bank Sistemik, selain mendapat bantuan likuiditas jangka pendek, dapat mengajukan Pinjaman Likuiditas Khusus (PLK) apabila diperlukan. Mekanisme pemberian bantuan likuiditas ini telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/05/PBI/2020 bagi BUK dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/06/PBI/2020 bagi BUS, yang keduanya berlaku efektif sejak tanggal 30 April 2020. Setelah diterbitkannya PERPPU 1/2020, pada tanggal 9 Mei 2020 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19 Dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan Serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (“PP 23/2020”). Dalam PP 23/2020 diatur mengenai dalam rangka menyelenggarakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemerintah berwenang untuk melakukan Penyertaan Modal Negara (“PMN”), Penempatan Dana, Investasi Pemerintah, dan/atau Penjaminan. PMN dilakukan kepada BUMN atau BUMN yang ditunjuk. Penempatan Dana dilakukan dengan tujuan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja. Penempatan Dana ini dilakukan kepada Bank Peserta yang akan menjadi penyangga likuiditas Bank Pelaksana. Selanjutnya, untuk program Investasi Pemerintah, hal tersebut dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk kegiatan program Penjaminan, Pemerintah dapat menugaskan PT Jaminan Kredit Indonesia dan/atau PT Asuransi Kredit Indonesia untuk menjamin kredit modal kerja yang diberikan oleh perbankan.
Sebagai perbandingan, China telah memberikan bantuan likuiditas kepada perbankan dengan nilai RMB 3.27 Triliun melalui reverse repo dan medium-term lending facility.[1]Uni Eropa, melalui European Central Bank (ECB), juga memberikan bantuan likuiditas melalui Asset Purchase Program dengan nilai 120 Miliar Euro sampai dengan akhir 2020.[2]India, melalui Reserve Bank of India, telah mengumumkan akan memberikan bantuan likuiditas dengan nilai mencapai 3.7 Triliun Rupe. Amerika Serikat, melalui the Federal Reserve, memperluas fasilitas repo, dalam rangka menambahkan USD 1.5 triliun likuiditas sistem keuangan untuk menstabilkan pasar uang serta memulai kembali quantitative easing melalui pembelian USD 500 miliar instrumen perbendaharaan negara dan USD 200 miliar mortgage-backed securities. Korea Selatan, melalui Bank of Korea, telah melakukan pembelian surat hutang domestik dalam jumlah tidak dibatasi dalam rangka meningkatkan likuiditas pasar dan telah memangkas suku bunga acuannya menjadi 0,75.
FISKAL
Pajak
Pemerintah Republik Indonesia telah memberikan fasilitas perpajakan berupa relaksasi pajak penghasilan (PPh 21), pajak penghasilan final, pajak impor (PPh 22), angsuran pajak berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan[3] (PPh 25), dan percepatan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2020 (“PMK 44”). Secara garis besar, fasilitas perpajakan telah diberikan pemerintah berdasarkan PMK 44 adalah sebagai berikut:
PPh 21
Pemerintah akan menanggung PPh 21 yang terutang dari penghasilan yang diterima pegawai wajib dipotong oleh pemberi kerja dengan kriteria tertentu. Kriteria tertentu yang dimaksud disini adalah (1) pemberi kerja memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana diatur dalam lampiran A PMK 44; (2) telah ditetapkan sebagai KITE; atau (3) telah mendapatkan izin penyelenggara Kawasan berikat, izin pengusaha Kawasan berikat, atau izin PDKB. Selain itu, pegawai dimaksud juga harus memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap tidak lebih dari Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah)
PPh FINAL
Pemerintah akan menanggung pelunasan PPh final sebagaimana diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, yaitu PPh final yang terutang bagi wajib pajak dalam negeri yang penghasilannya tidak melebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta Rupiah) dalam satu tahun pajak.
PPh 22
Pemerintah akan menanggung PPh 22 yang terutang kepada bank devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada saat wajib pajak melakukan impor barang. Adapun wajib pajak yang PPh 22 dapat ditanggung Pemerintah harus memenuhi salah satu dari kriteria berikut ini: (1) wajib pajak memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana diatur dalam lampiran I PMK 44; (2) telah ditetapkan sebagai KITE; atau (3) telah mendapatkan izin penyelenggara Kawasan berikat, izin pengusaha Kawasan berikat, atau izin PDKB.
PPh 25
Pemerintah memberikan relaksasi berupa pengurangan besaran angsuran PPh 25 sebesar 30% (tiga puluh persen) dari angsuran PPh yang seharusnya terutang oleh wajib pajak. Wajib pajak yang bisa mendapatkan relaksasi ini adalah (1) wajib pajak yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana diatur dalam lampiran N PMK 44; (2) wajib pajak telah ditetapkan sebagai KITE; atau (3) wajib pajak telah mendapatkan izin penyelenggara Kawasan berikat, izin pengusaha Kawasan berikat, atau izin PDKB.
Restitusi PPN
Wajib pajak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah. Wajib pajak yang bisa mendapatkan insentif ini adalah wajib pajak yang (1) memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana diatur dalam lampiran I PMK 44; (2) telah ditetapkan sebagai KITE; atau (3) telah mendapatkan izin penyelenggara Kawasan berikat, izin pengusaha Kawasan berikat, atau izin PDKB. Selain persyaratan ini, terdapat persyaratan tambahan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak yaitu berupa menyampaikan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar Rupiah).
Selain insentif perpajakan sebagaimana dimaksud di atas, Pemerintah juga menyesuaikan tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak badan dan bentuk usaha tetap sebesar 22% (dua puluh dua persen) yang berlaku untuk tahun pajak 2020 dan 2021, dan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) yang mulai berlaku untuk tahun pajak 2022. Khusus untuk perusahaan terbuka dengan kriteria tertentu bisa mendapatkan potongan tarif tambahan sebesar 3% (tiga persen). Lebih lanjut, Pemerintah juga telah melakukan pembebasan terhadap pajak impor dan bea masuk untuk barang-barang yang digunakan untuk penanganan COVID-19 sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa Yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan/atau kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona (Corona Virus Disease 2019/COVID 19).
Negara-negara lain juga telah mengeluarkan paket stimulus kebijakan perpajakan, baik berupa penghentian sementara pembayaran pajak untuk periode tertentu sebagaimana dilakukan di Italia, perpanjangan jangka waktu pembayaran, pengurangan tarif, serta penggunaan rugi tahun berjalan sampai dengan delapan tahun untuk mengurangi kewajiban perpajakan sebagaimana diterapkan di China.[4] Selain itu, Amerika Serikat juga telah memberikan kelonggaran berupa penundaan pembayaran wajib pajak selama 90 (Sembilan puluh) hari dari yang seharusnya bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu. Malaysia juga memberlakukan kemudahan-kemudahan pajak seperti penundaan pembayaran pajak[5], keringanan pajak pribadi RM 1.000 untuk pengeluaran terkait pariwisata domestik, serta pengurangan pajak hingga RM 300.000 untuk biaya renovasi dan perbaikan. Di India, juga telah dilakukan beberapa langkah untuk meringankan beban kepatuhan pajak di berbagai sektor juga telah diumumkan, termasuk menunda beberapa pengajuan pajak dan tenggat waktu kepatuhan lainnya. Serupa dengan negara-negara yang telah disebutkan sebelumnya, Britania Raya dan Jerman juga telah memberikan kemudahan pajak, dimana di Britania Raya telah diterapkan penundaan kewajiban pembayaran pajak selama triwulan ke dua dan pemberian insentif pajak senilai GPB 1.000 (19 juta Rupiah) kepada lebih dari 4 juta keluarga, dan di Jerman telah diterapkan penundaan pembayaran pajak total nilai EUR 500bn (8394 Triliun).
Non-Pajak
Selain kelonggaran perpajakan sebagaimana telah diuraikan di atas, Pemerintah juga telah memberikan stimulus kebijakan ekonomi penanganan COVID-19 namun dari sisi non-pajak sebagai berikut:
Subsidi atas bunga kredit
Pemerintah memberikan subsidi atas bunga kredit dengan nilai sampai dengan 6% (enam persen) untuk periode 6 (enam) bulan. Terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau kredit dengan nilai Rp10.000.000 (sepuluh juta Rupiah) sampai dengan Rp500.000.000 (lima ratus juta Rupiah), Pemerintah akan memberikan subsidi atas bunga kredit sebesar 6% (enam persen) di 3 (tiga) bulan pertama dan 3% (tiga persen) di 3 (tiga) bulan kedua. Terhadap kredit dengan nilai di atas Rp500.000.000 (lima ratus juta Rupiah) sampai dengan Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar Rupiah), Pemerintah akan memberikan subsidi atas bunga kredit sebesar 3% (tiga persen) untuk 3 (tiga) bulan pertama dan 2% (dua persen) untuk 3 (tiga) bulan kedua. Terhadap kredit di bawah Rp10.000.000 (sepuluh juta), Pemerintah memberikan subsidi atas bunga kredit sebesar 6% (enam persen) selama 6 (enam) bulan. Selain itu, Pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran untuk ekspansi penyaluran KUR untuk 3 (tiga) juta tambahan nasabah baru dan usaha mikro sebanyak 550 (lima ratus lima puluh) ribu nasabah baru.
Beberapa negara lain melakukan langkah berbeda sehubungan dengan subsidi atas kredit. China misalnya, Pemerintah China tidak menanggung pembayaran kredit (baik pokok maupun bunga), akan tetapi memberikan relaksasi pembayaran berupa penundaan pembayaran utang dimaksud. Lebih lanjut, Pemerintah Italia menerapkan kebijakan serupa dengan Indonesia dimana Pemerintah Italia dapat menanggung 80% (delapan puluh persen) utang perusahaan UMKM yang telah jatuh tempo paling lama selama 12 (dua belas) bulan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh perusahaan UMKM yang terkena dampak COVID-19.
Bantuan Langsung Tunai
Pemerintah telah memberikan Bantuan Langsung Tunai kepada petani kategori miskin sebesar Rp600.000 (enam ratus ribu Rupiah) berupa Rp300.000 (tiga ratus ribu Rupiah) merupakan bantuan tunai dan Rp300.000 (tiga ratus ribu Rupiah) lainnya untuk sarana prasarana produksi pertanian. Selain itu, Pemerintah juga telah menggratiskan penggunaan listrik kategori 450 VA bagi pengguna listrik pelaku bisnis dan industri. Insentif ini akan berlangsung selama 6 (enam) bulan terhitung sejak bulan Mei 2020.
Sebagai perbandingan, beberapa negara lain juga melakukan langkah serupa namun dengan sektor yang lebih luas. Malaysia misalnya, Pemerintah Malaysia menerapkan 15% (lima belas persen) diskon bagi untuk listrik pada hotel, agen perjalanan, maskapai, mal, pusat konvensi & pameran. Di samping itu, Pemerintah India juga memberikan Bantuan Langsung Tunai kepada masyarakatnya dalam bentuk makanan, uang, dan gas. Sebagai salah satu contoh misalnya, Pemerintah India akan memberikan Rs 1,000 untuk masyarakat tua, janda dan orang berkebutuhan khusus dengan jumlah kurang lebih 30 (tiga puluh) juta orang.
Penjaminan oleh Pemerintah
Dalam Pasal 11 PERPPU 1/2020, telah disebutkan bahwa dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, Pemerintah dapat melakukan program penjaminan dengan skema yang ditetapkan Pemerintah dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Dalam Pasal ini belum tergambar secara jelas jaminan dalam konteks apa yang akan diberikan oleh Pemerintah. Apabila merujuk pada Pasal 21 PERPPU 1/2020, disebutkan bahwa salah satu jaminan yang dapat diberikan berupa program penjaminan simpanan nasabah di luar program penjaminan LPS.
Sebagai perbandingan, negara lain telah menerapkan kebijakan penjaminan berupa penjaminan surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan swasta dan UMKM. Adapun tujuan dari pemberian jaminan ini adalah untuk menambah likuiditas surat utang yang diterbitkan oleh perusahaan swasta dan UMKM dimaksud sehingga dapat memberikan dukungan finansial kepada perusahaan swasta dan UMKM yang terdampak COVID-19. Bentuk jaminan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 PERPPU 1/2020 diharapkan dapat menyerupai jaminan surat utang yang diberlakukan di China dan Italia guna memberikan dukungan terhadap keuangan perusahaan swasta dan UMKM yang mengalami kesulitan keuangan atas COVID-19.
NON-FISKAL
Perizinan/Pembatasan Sektor untuk Berusaha
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus 2019 (“Permenkes 9/2020”), dimana dalam peraturan tersebut diatur bahwa pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (“PSBB”) termasuk peliburan tempat kerja. Sebagai tindak lanjut dari peraturan tersebut, wilayah-wilayah di Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan PSBB untuk masing-masing wilayah. Sehubungan dengan hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disase 2019 di Provinsi DKI Jakarta (“Pergub 33/2020”). Melalui Pergub 33/2020, Pemerintah membatasi sektor-sektor usaha yang masih dapat beroperasi selama penetapan PSBB dan sektor-sektor yang masih dapat beroperasi tersebut terdiri dari: 1) Kesehatan; 2) Bahan pangan/makanan/minuman; 3) Energi; 4) Komunikasi dan telekomunikasi; 5) Keuangan; 6) Logistik; 7) Perhotelan; 8) Konstruksi; 9) Industri strategis; Pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu; dan 10) Kebutuhan sehari-hari.
Dalam rangka implementasi dari Permenkes 9/2020 dan Pergub 33/2020, Kementerian Perindustrian telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7 tahun 2020 tentang Pedoman Pengajuan Permohonan Perizinan Pelaksanaan Kegiatan Industri dalam Masa Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (“SE 7/2020”). SE 7/2020 menjelaskan bahwa perusahaan industri/perusahaan kawasan industri dapat tetap menjalankan kegiatan usahanya dengan memiliki Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri yang dapat diperoleh secara elektronik melalui portal SIINas.
Sebagai perbandingan, negara-negara lain juga telah mengeluarkan kebijakan untuk membatasi sektor-sektor usaha yang dapat beroperasi selama pandemi COVID-19. Di Italia, perusahaan yang bergerak di bidang “essential services” tetap boleh beroperasi.[6]Serupa dengan Indonesia dan Italia, Malaysia dan India juga telah menerapkan batasan terhadap sektor-sektor usaha yang dapat beroperasi selama pandemi COVID-19, namun dengan daftar sektor usaha yang berbeda. Di Malaysia, terdapat beberapa sektor yang tetap dapat beroperasi selama pandemi COVID-19, yaitu: 1) Perbankan; 2) Elektrik dan tenaga; 3) Pelabuhan; 4) Bandara; 5) kargo; 6) Pos; 7) Kesehatan; 8) Bahan bakar; 9) Pengolahan limbah dan kebersihan; 10) komunikasi radio (siaran dan TV); 11) Telekomunikasi; 12) Air; 13) Perdagangan online; 14) Pertahanan dan keselamatan 15) Makanan; 16) imigrasi dan bea cukai; 17) Hotel & penginapan. Di India, terdapat beberapa sektor yang tetap dapat beroperasi selama pandemi COVID-19, yaitu: 1) Perbankan, asuransi dan ATM; 2) Layanan penting bagi masyarakat seperti sanitasi, air bersih, listrik, rumah sakit dan hal terkait medis lainnya; 3) Transportasi yang membawa sembako dan tim medis seperti perawat atau pendukung rumah sakit lainnya; 4) Toko-toko yang menjual bahan makanan, buah-buahan, sayur-mayur, susu, daging dan ikan; 5) Pom bensin; 6) Layanan listrik; dan 7) Telekomunikasi, internet, televisi dan jasa IT.
Transportasi dan Logistik
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Pemerintah telah mengeluarkan Permenkes 9/2020 dan Peraturan Gubernur 33/2020 yang mengatur mengenai PSBB. Dalam peraturan tersebut, diatur bahwa PSBB meliputi pembatasan pergerakan orang dan barang dengan moda transportasi. Selama pemberlakuan PSBB, semua kegiatan pergerakan orang dan/atau barang dihentikan, kecuali untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan kegiatan yang diperbolehkan selama kegiatan PSBB.
Sebagai perbandingan, negara-negara lain juga telah menerapkan kebijakan serupa dengan Indonesia terkait dengan pergerakan orang dan barang. Di Malaysia, terdapat larangan bagi masyarakat untuk keluar hingga 12 Mei 2020 berdasarkan Movement Control Order kecuali untuk membeli kebutuhan pokok atau obat dan sanksi berupa denda maksimal 1000 ringgit atau dipenjara maksimal enam bulan akan dikenakan terhadap pelanggar. Begitu pula di India yang telah menerapkan kebijakan pembatasan sosial dari 25 Maret 2020 hingga 3 Mei 2020.
Terkait dengan bandar udara, hingga saat ini belum ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk melarang operasional dari bandar udara. Serupa dengan hal tersebut, di China dan Italia juga tetap beroperasi, namun dengan pembatasan-pembatasan tertentu seperti larangan bagi orang asing untuk masuk dan/atau transit di wilayah China.[7]Namun, terdapat kebijakan terkait dengan bandar udara di Malaysia yang belum diterapkan di Indonesia, yaitu pemberian pengurangan harga untuk sewa tempat di bandara serta pengurangan biaya pendaratan dan parkir.
Korespondensi dan Konsultasi dengan Otoritas atau IPPS
Pemerintah telah meluncurkan layanan untuk konsultasi kesehatan jiwa di masa pandemi virus corona. Layanan yang diberi nama Sejiwa (Sehat Jiwa) ini dibentuk untuk membantu masalah psikologis dalam menghadapi situasi pandemi corona.[8]Serupa dengan Indonesia, Malaysia melalui The Health Ministry (MoH) and DoctorOnCall telah membentuk portal Virtual Health Advisory untuk mengatasi kebutuhan komunikasi risiko COVID-19.[9]
Pelaporan Berkala Perusahaan
Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) telah menerbitkan beberapa peraturan yang memberikan relaksasi kepada perusahaan dalam menyampaikan laporan tahunan, laporan keuangan audited, dan pelaksanaan RUPS.
Sebagai perbandingan, Italia memiliki kebijakan terkait pelaporan berkala yang belum diterapkan oleh Indonesia. Di Italia, lembaga perbankan diberikan perpanjangan jangka waktu untuk menyampaikan laporan berkala perusahaan dan penjadwalan kembali jadwal inspeksi oleh otoritas. Selain itu, Perubahan persyaratan terhadap kewajiban pelaporan bagi pemegang saham yang memiliki kepemilikan saham di perusahaan terbuka dengan persentase tertentu. Untuk perusahaan publik yang memiliki kapitalisasi pasar yang tinggi, setiap kepemilikan sampai dengan 1% wajib dilaporkan kepada Italian Exchange Commission. Sementara untuk perusahaan publik yang tergolong sebagai UMKM, setiap kemeilikan sampai dengan 3% wajib dilaporkan kepada Italian Exchange Commission.[10]
Reorganisasi (Manajemen dan Operasi) dan Restrukturisasi (Utang, Perusahaan, Kepailitan, dan PKPU)
OJK telah mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, dimana dalam peraturan tersebut diatur bahwa bank dapat memberi kebijakan restrukturisasi kredit (penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit) serta dapat memberikan kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain yang baru kepada kreditur.
Selain itu, OJK juga telah mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 14/POJK.05/2020 tahun 2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, dimana dalam peraturan ini diatur bahwa lembaga jasa keuangan non-bank dapat memberikan kebijakan berupa: 1) Perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala selama 14 hari kerja (untuk laporan bulanan) atau 1 bulan ( untuk laporan semesteran) atau 2 bulan (untuk laporan tahunan); 2) Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatuhan; 3) Penetapan kualitas aset berupa pembiayaan dan restrukturisasi pembiayaan; 4) Perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, perusahaan asuransi syariah, dan perusahaan reasuransi syariah; 5) Perhitungan kualitas pendanaan dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti; 6) Pelaksanaan ketentuan pengelolaan aset sesuai kelompok peserta; dan 7) Kebijakan lain yang ditetapkan OJK.
Sebagai perbandingan, negara-negara lain telah menerapkan kebijakan yang serupa dengan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia. Di China, diterapkan penundaan pembayaran hutang dan pemberian fasilitas hutang baru kepada perusahaan UMKM dan perusahaan perseorangan.[11]Begitu pula di Malaysia yang meminta seluruh bank untuk memperbolehkan restrukturisasi dan penjadwalan kembali pembayaran hutang. Italia juga memberlakukan kebijakan serupa dimana Perpanjangan jangka waktu pelunasan hutang yang diberikan Lembaga perbankan kepada perusahaan dan UMKM.[12]
Walaupun begitu, terdapat kebijakan terkait reorganisasi dan restrukturisasi yang diterapkan oleh negara-negara lain namun belum diterapkan oleh Indonesia. Di Italia, diterapkan pemberian bantuan likuiditas tambahan kepada Bank dan dana jaminan tambahan oleh Cassa Depositi e Prestiti (CDP). Dana jaminan tersebut ditujukan untuk perusahaan peminjam yang tidak tergolong sebagai perusahaan UMKM (perusahaan besar). Dana jaminan yang disediakan mencapai 500 juta Euro.[13] Selain itu, pengusaha orang perseorangan termasuk freelance workers berhak mendapat penundaan pembayaran kredit cicilan rumah sampai dengan 18 bulan apabila mereka dapat membuktikan menurunnya pendapatan lebih dari 30%.[14] Untuk UMKM, pemerintah Italia menerapkan kebijakan dimana perusahaan UMKM dapat mengajukan permohonan kepada lembaga keuangan untuk penundaan pembayaran utang sampai dengan 12 bulan.[15] Selama periode grace period tersebut (12 bulan), Pemerintah Italia akan menjamin sampai dengan 80% utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih kepada lembaga keuangan.[16]
CONTACT
BAHAR CRISIS RECOVERY TEAM
E-mail: crisisrecoveryteam@bahar.co.id
The Crisis Recovery Team is a task force formed by the Bahar Law Firm to provide advice and input in the context prevention of the COVID-19 outbreak. With five associates from Bahar, the Crisis Recovery Team of Bahar reviewed the Indonesian Government's policies and conducted a comparative study with other countries' policies regarding the COVID-19 outbreak to assist Indonesia in dealing with the COVID-19 outbreak.
__________________
[1] “Policy Responses to COVID-19” accessed on the 29th of April 2020 - https://www.imf.org/en/Topics/imf-and-covid19/Policy-Responses-to-COVID-19#C
[2] Ibid.
[3] Undang-Undang Nomor [*]
[4] “Fighting COVID-19 – Supportive Measures for Employees and Enterprises in China” accessed on the 29th of April 2020 https://verfassungsblog.de/restrictive-measures-in-china-employees-and-enterprises/
[5] https://kpmg.com.my/tax/kpmg-summary-mirb-faq-mco-period-17-april-2020.pdf
[6] “Government and Institution Measures in response to COVID-19” accessed on the 29th of April 2020 - https://home.kpmg/xx/en/home/insights/2020/04/italy-government-and-institution-measures-in-response-to-covid.html
[7] “Global COVID-19 Airport Status” accessed on the 29th of April 2020 - https://www.icao.int/safety/Pages/COVID-19-Airport-Status.aspx
[8] “Pemerintah Luncurkan Layanan Konsultansi Psikologi untuk Covid-19” – diakses pada tanggal 30 April 2020, https://www.liputan6.com/news/read/4240746/pemerintah-luncurkan-layanan-konsultasi-psikologi-untuk-covid-19#
[9] “Free online consultation info on Covid-19 with MoH, DoctorOnCall” – diakses pada tanggal 30 April 2020, https://www.nst.com.my/news/nation/2020/02/567098/free-online-consultation-info-covid-19-moh-doctoroncall
[10] Italian Exchange Commission Regulation No. 21304
[11] “Policy Responses to COVID-19” accessed on the 29th of April 2020 - https://www.imf.org/en/Topics/imf-and-covid19/Policy-Responses-to-COVID-19#C
[12] Ibid.
[13] Ibid.SDA
[14] https://www.channelnewsasia.com/news/world/coronavirus-covid-19-italy-economy-measures-12554500
[15] “S&P How will mortgage payment suspensions related to COVID-19 affect European residential mortgage-backed securities” accessed on the 29th of April 2020 - https://www.mortgagefinancegazette.com/market-news/funding/sp-will-mortgage-payment-suspensions-related-covid-19-affect-european-rmbs-16-03-2020/ https://www.mortgagefinancegazette.com/market-news/funding/sp-will-mortgage-payment-suspensions-related-covid-19-affect-european-rmbs-16-03-2020/
[16] Ibid.