top of page
  • itdiv6

PERCEPATAN PENGGUNAAN ELECTRIC VEHICLE DI INDONESIA


Oleh: Wahyuni Bahar, Endraswari E. Sayekti, dan Naura Nabila


Regulasi yang telah diterbitkan untuk mendukung percepatan perkembangan ekosistem Electronic Vehicle (EV) di Indonesia telah menunjukkan hasil yang positif. Namun demikian, beberapa isu tetap harus diselesaikan apabila pemerintah Indonesia ingin mencapai target pengguna EV di Indonesia dengan tepat waktu.


Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties(COP) ke-27 telah diselenggarakan pada tanggal 6 hingga 18 November 2022 silam.[1] Dalam COP-27 tersebut Indonesia menyampaikan tiga poin penting yang perlu dilakukan bersama oleh negara-negara di dunia dalam mengatasi perubahan iklim, salah satunya adalah adanya langkah konkret dalam menurunkan emisi diantaranya investasi untuk transisi energi, pendanaan untuk aksi iklim, dan meningkatkan target penurunan emisi.[2]


Sebagai tindak lanjut dari pernyataan tersebut, Indonesia telah melakukan langkah-langkah penting diantaranya memprioritaskan transisi energi berkelanjutan dalam agenda presidensi G20 Indonesia, mendorong operasionalisasi dari rencana (Forestry and Other Land Use/FOLU) net-sink 2030, dan meluncurkan country platformuntuk pendanaan transisi energi.[3] Indonesia juga telah mengembangkan peta jalan menuju pencapaian net zero emission (NZE) pada 2060.[4]


Dalam target mencapai net zero emission, Indonesia tengah menerapkan lima prinsip utama, yaitu peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, peningkatan penggunaan EV, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).[5]


Perkembangan Aturan EV di Indonesia Serta Pelaksanaannya


Pada Oktober 2022, Presiden Joko Widodo menargetkan agar terdapat dua juta pengguna EV di Indonesia.[6] Menanggapi hal tersebut, beberapa regulasi yang diterbitkan sejak tahun 2019 hingga 2022.


Pertama, Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan (“Perpres 55/2019”). Perpres 55/2019 merupakan payung hukum percepatan program kendaraan listrik berbasis baterai yang diselenggarakan melalui (i) percepatan pengembangan industri kendaraan listrik dalam negeri; (ii) pemberian insentif; (iii) penyediaan infrastruktur pengisian listrik dan pengaturan tarif tenaga listrik untuk kendaraan listrik; (iv) pemenuhan terhadap ketentuan teknis kendaraan listrik; dan (v) perlindungan terhadap lingkungan hidup.[7] Perpres 55/2019 juga merupakan payung hukum program pemerintah untuk memperkenalkan EV pada masyarakat dan mengintegrasikan EV dalam pasar transportasi. Menindak lanjuti aturan ini, pemerintah kemudian mengeluarkan berbagai insentif yang diharapkan dapat mendukung percepatan program EV di Indonesia.


Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“PP 73/2019”) sebagaimana terakhir kali diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021(“PP 74/2021”). Pada PP 73/2019 ini, PPnBM akan dikenakan berdasarkan emisi gas buang yang dihasilkan kendaraan, sehingga semakin besar emisi yang dikeluarkan, maka akan semakin besar pula PPnBM yang dibayarkan. Pada PP 74/2021, EV dengan teknologi battery electric vehicles dan fuel cell electric vehicles dikenakan PPnBM sebesar 15% dengan dasar pengenaan pajak 0% dari harga jual[8] yang diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk beralih menggunakan EV.


Ketiga, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik (“Permenhub 45/2020”). Permenhub 45/2020 ini mengatur terkait kendaraan listrik selain motor dan mobil listrik, seperti skuter listrik, sepeda listrik, hoverboard, sepeda roda satu (unicycle), dan otopet listrik.[9]


Keempat, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik Untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (“Permen ESDM 13/2020”). Permen ESDM ini merupakan tindak lanjut dari Perpres 55/2019danmenjadisalah satu aturan penting dalam menciptakan ekosistem EVterutama dalam hal pengisian ulang daya kendaraan listrik melalui Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) maupun Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).[10]


Kelima, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 tahun 2022 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) (“Permenperin 6/2022”) yang berisikan ketentuan pelaksana dari Perpres 55/2019.


Keenam, Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (“Inpres 7/2022”). Aturan terbaru yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo ini merupakan salah satu upaya percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Melalui Inpres 7/2022 tersebut Presiden Joko Widodo memerintahkan setiap Menteri hingga kepala daerah untuk menyusun dan menetapkan regulasi terkait penggunaan kendaraan listrik hingga penyusunan alokasi anggaran untuk pengadaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas operasional. Meskipun biaya yang besar merupakan hambatan yang nyata, namun Kementerian Perhubungan memiliki strategi untuk melakukan leasing EV dibandingkan dengan melakukan pembelian unit EV, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih kecil.[11]


Selain regulasi-regulasidi atas, beberapa peraturan daerah telah dikeluarkan untuk mendukung percepatan pengembangan ekosistem EV di Indonesia. Sebagai contoh di DKI Jakarta, telah diterbitkannya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 155 Tahun 2018 tentang Pembatasan Lalu Lintas dengan Sistem Ganjil-Genap (“Pergub DKI Jakarta 155/2018”). Peraturan ini membebaskan EV dari sistem ganjil-genap di DKI Jakarta sehingga lebih leluasa melewati jalan-jalan yang dikenakan sistem ini.[12]


Selain itu, Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan (“Kepgub DKI Jakarta 3/2020”) mengatur bahwa segala kegiatan jual beli, tukar menukar, hibah, warisan untuk kendaraan bermotor berbasis listrik (baik roda dua maupun empat) diberikan pembebasan pajak bea balik nama untuk wilayah DKI Jakarta.[13] Dalam hal penggunaan EV pada transportasi umum, Transjakarta telah mengoperasikan sebanyak 30 unit bus EV dalamrangka menerapkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 90 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah yang Berketahanan Iklim (“Pergub DKI Jakarta 90/2021”).


Beberapa regulasi di atas mencerminkan komitmen Pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerahuntuk meningkatkan penggunaan EV di Indonesia yang diharapkan dapat mempercepat terselenggaranya ekosistem EV di Indonesia. Ke depannya, Pemerintah juga berencana untuk memberikan subsidi sebesar Rp 6,5 juta untuk pembelian motor listrik kepada masyarakat untuk terus meningkatkan minat dan kemampuan masyarakat untuk beralih kepada EV[14] serta memberlakukan pembebasan biaya parkirdan tarif toluntuk EV.[15]


Pendekatan pengembangan ekosistem EV melalui pemberian insentif tersebut serupa dengan yang dilakukan oleh berbagai negara, seperti Jerman dan Tiongkok, walaupun mayoritas insentif yang diberikan oleh kedua negara tersebut merupakan insentif fiskal.


Hasildari implementasi regulasi, program-program, dan insentif yang telah ditawarkan Pemerintah ini menunjukkan tren positif. Tercatat pada September 2022 penjualan kendaraan EV di Indonesia mengalami peningkatan mencapai 3.801 unit, lebih dari dua kali lipat dari total tahun 2021. Hal ini juga didorong oleh partisipasi Wuling dalam KTT G20, di mana 300 unit Wuling Air EV menjadi transportasi resmi selama KTT G20 di Bali pada tanggal 15-16 November 2022 yang lalu.[16]


Beberapa perusahaan dalam negeri pun mulai berlomba-lomba untuk memproduksi EV khususnya EV roda dua, seperti merek Gesits produksi BUMN PT Wijaya Karya Industri & Konstruksi, merek Selisyang telah memiliki berbagai jenis kendaraan listrik seperti e-bikedan e-motor, dan juga Indika Energy yang tidak hanya sudah memasarkan EV roda duanya tapi juga mulai mengembangkan produk EV roda empat dalam negerinya. Untuk sekarang, seluruhEV roda empat di Indonesia masih dipasok dengan impor dari negara lain.


Namun demikian, walau terdapat pertumbuhan yang signifikan, jumlah penjualan EV masih sangat kecil yaitu 4.904 yang hanya 0,2% dari total penjualan kendaraan roda dua dan empat terdaftar.[17] Lebih lanjut, berdasarkan data yang dipaparkan oleh Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, penjualan kendaraan listrik di Indonesia masih relatif kecil, yakni untuk mobil listrik hanya memiliki pangsa pasar 0,4%.[18]


Meskipun sudah ada peraturan-peraturanyang mendukung perkembangan ekosistem EV di Indonesia, namun masih terdapat beberapa hambatan yang perlu diatasi agar dapat mencapai target pemerintah dengan tepat waktu. Pertama, harga kendaraan listrik masih relatif mahaldimana harga mobil listrik tidak terjangkau 95% kelompok pembeli kendaraan bermotor.[19] Kedua, kendati saat ini sudah ada peraturan yang mendukung adanya percepatan pembangunan SPKLU dan SPBKLU, namun jumlah SPKLU dan SPBKLU masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan SPBU dan pada umumnya hanya ada di kota-kota besar saja. Ketiga, skema sewa (leasing) yang diinisiasi oleh Kementerian Perhubungan pun rupanya tidak menarik bagi pihak lessor. Pelaku industri pembiayaan atau leasing rupanya masih belum memprioritaskan leasing untuk kendaraan listrik dengan alasan sulit mengetahui used car value dari kendaraan listrik untuk tipe battery electric vehicle (BEV) mengingat hampir separuh dari harga BEV merupakan harga baterai yang akan rusak seiring dengan waktu pakai yang digunakan.[20] Isu lainnya ialah terkait dukungan industriasuransi yang dianggap belum maksimal. Risiko kecelakaan yang berdampak langsung ke baterai mobil listrik merupakan potensi kerugian signifikan bagi leasingmaupun asuransi.[21]


Untuk mencapai target 2 juta pengguna EV di Indonesia diperlukan katalis-katalis percepatan selain yangsudah diinisiasi oleh Pemerintah, karena nyatanya insentif yang telah dilaksanakan terpantau kurang menggiurkan bagi masyarakat untuk dapat mendorong pertumbuhan industri EV di Indonesia sesuai dengan target yang telah dicanangkan pemerintah.


Solusi Percepatan Ekosistem EV di Indonesia


Target 2 juta pengguna EV di Indonesia memang cukup ambisius, namun bukan berarti mustahil untuk dicapai apabila pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang sesuaidan cukup menggiurkan baik bagi masyarakat maupun bagi pelaku usaha dalam ekosistem EV.


Dari segi keuntungan bagi masyarakat, pemberian insentif PPnBm oleh pemerintah merupakan langkah yang sudah cukup baik. Pemerintah juga dapat mempertimbangkan untuk menetapkan kebijakan lain yang lebih menguntungkan pengguna kendaraan listrik dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar fosil. Sebagai contoh, pemerintah melalui subsidi yang diberikandapat memberlakukan potongan-potongan harga bagi penggunaan kendaraan listrik seperti potongan harga pengisian daya di SPKLU dan SPBKLU maupun potongan harga saat melintas di jalan tol.


Selain itu, pemerintah perlu merencanakan kebijakan pembatasan penjualan kendaraan bahan bakar fosil dimasa yang akan datang. Disamping itu pembangunan dan integrasi stasiun pengisian daya perlu menjadi perhatian khusus untuk Indonesia, melihat Indonesia merupakan negara kepulauan dan cukup luas maka perlu dibangun tempat pengisian daya untuk publikdan untuk pribadi dengan memberikan insentif pembayaran listrik yang lebih murah.


Lebih lanjut, melokalisasi manufaktur komponen EV juga dapat ditempuh oleh pemerintah sebagai langkah untuk mengurangi harga jual EV yang selama ini masih diimpor. Terkait dengan hal ini, walaupun regulasi eksisting telah mengatur kewajiban TKDN, namun implementasi dari ketentuan tersebut masih belum efektif, mengingat manufaktur EV dalam negeri pun masih menggunakan baterai yang diimpor. Indonesia sebagai produsen nikel dunia dapat memanfaatkan sumber daya bahan utama produksi baterai yang dimiliki untuk memproduksi sendiri baterai sebagai sumber energi EV.


Hal lain yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah juga penyusunan standar sehubungan dengan implementasi pemberian insentif dan standar keselamatan industrial. Untuk standar sehubungan dengan pemberian insentif, Indonesia dapat berkaca pada Tiongkok, dimana standar banyaknya produksi dan penjualan kendaraan listrik dapat memberikan keringanan pajak atau pembayaran kendaraan. Kapasitas baterai pada kendaraan juga menjadi tolak ukur untuk mendapatkan insentif pada harga atau pajak pada kendaraan tersebut dengan adanya pengawasan yang ketat oleh instansi yang ditugaskan untuk mengawasi pemberian insentif oleh pemerintah. Penyusunan standar industri yang berlaku pada komponen EV maupun EV yang diproduksi dalam negeri juga sangat penting demi tercapainya peningkatan penggunaan EV di Indonesia.


Artikel ini tidak ditujukan sebagai nasihat atau opini hukum untuk tindakan tertentu serta tidak dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang mengikat secara hukum bagi siapa pun. Jika Anda ingin menindak lanjuti topik pembahasan terkait, silakan menghubungi Kantor Bahar melalui busdev@bahar.co.id. 


*Partner dan Associate pada Kantor Bahar. Tulisan ini disiapkan bersama Tim Renewable EnergyKantor Bahar: Jinan Raidangidan Muhandis Habiburrahim.

1 Humas Wapres RI, “Berikan National Statementpada KTT COP 27, Wapres Sampaikan 3 Poin Penting”, https://www.wapresri.go.id/berikan-national-statement-pada-ktt-cop-27-wapres-sampaikan-3-poin-penting-untuk-negara-anggota-konferensi/, diakses 25 November 2022.

2 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, “Indonesia Tawarkan Tiga Poin Solusi Perubahan Iklim di KTT COP ke-27”, https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/dari-istana/indonesia-tawarkan-tiga-poin-solusi-perubahan-iklim-di-ktt-cop-ke-27, diakses 25 November 2022.

3 Ibid.

4 Ibid.

5 Kementerian ESDM, “Ini Prinsip dan Peta Jalan Pemerintah Capai Net Zero Emission”, https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/ini-prinsip-dan-peta-jalan-pemerintah-capai-net-zero-emission, diakses 25 November 2022.

6 Kementerian Perindustrian, “Ready to eMove B20”, https://kemenperin.go.id/artikel/23596/Read-to-eMove-B20, diakses 25/11/2022.

7 Pasal 3 Perpres 55/2019.

8 Pasal 36 PP 74/2021.

9 Pasal 2 Permenhub 45/2020.

10 Pasal 11 Permen ESDM 13/2020.

11 Ruly Kurniawan, “Pengadaan Kendaraan Dinas Listrik, Kemenhub Pilih Skema Sewa”, https://otomotif.kompas.com/read/2022/11/24/092200415/pengadaan-kendaraan-dinas-listrik-kemenhub-pilih-skema-sewa, diakses pada 25 November 2022.

12 Pasal 4 ayat (1) huruf e Pergub DKI Jakarta 155/2018.

13 Pasal 2 ayat (2) Kepgub DKI Jakarta 3/2020.

14 DetikFinance, “Beli Motor Listrik di RI Bakal Dapat Subsidi Rp 6,5 Juta!”, https://finance.detik.com/industri/d-6434493/beli-motor-listrik-di-ri-bakal-dapat-subsidi-rp-65-juta, diakses 30/11/2022.

15 Kompas Otomotif, “Kendaraan Listrik Diusulkan Mendapat Keringanan Tol dan Parkir”, https://otomotif.kompas.com/read/2022/10/05/090200215/kendaraan-listrik-diusulkan-dapat-keringanan-tol-dan-parkir, diakses 30/11/2022.

16 Katadata, “Ini Volume Penjualan Mobil Listrik di RI sampai Kuartal III 2022”, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/11/07/ini-volume-penjualan-mobil-listrik-di-ri-sampai-kuartal-iii-2022, diakses 25/11/2022.

17 Think.ing, “Indonesia bets big on electric vehicles but has a long way to go”, https://think.ing.com/articles/indonesia-bets-big-on-electric-vehicles-cars-but-has-a-long-way-to-go, diakses 25/11/2022.

18 Rangga Rahadiansyah, “95% Orang Indonesia Belum Bisa Beli Mobil Listrik karena Harganya Mahal”, https://oto.detik.com/mobil/d-6214573/95-orang-indonesia-belum-bisa-beli-mobil-listrik-karena-harganya-mahal, diakses 25 November 2022.

19 Ibid.

20 Aziz Rahardyan, “Belum Memprioritaskan Kredit Kendaraan Listrik, Ini Alasan Leasing”, https://www.solopos.com/belum-memprioritaskan-kredit-kendaraan-listrik-ini-alasan-leasing-1348080, diakses pada 25 November 2022.

21 Ibid.

9 views
bottom of page